Jokowi Tarik Gerindra Ke Pemerintahan, Hidayat Nur Wahid: Ini Aneh
RIAU24.COM - JAKARTA- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai aneh karena meski menang besar di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Namun mau repot-repot menarik Partai Gerindra untuk masuk ke koalisi pemerintah.
Padahal, pada Pilpres tahun 2014 lalu selisih kemenangan Jokowi dengan Prabowo hanya bersekitaran 6,3 persen. "Ini kan agak aneh yang tahun 2014 pak Jokowi hanya menang sekitar 5 persen kan enggak pakai menarik-narik udah saja jalan terus. Sekarang menang sekitar 10 persen mengapa harus menarik-narik yang ini kan agak aneh," ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid saat ditemui wartawan di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (14 Oktober 2019).
zxc1
Alasan Hidayat menyatakan, seperti bukan karena tidak diajak bergabung atau sendiri menjadi oposisi di pemerintahan.
Namun secara hukum demokrasi, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan, bagi yang kalah adalah konsekuensi berada di luar pemerintah sedangkan yang menang silahkan memimpin dan membentuk pemerintahan.
zxc2
"Padahal yang menang pun belum tentu mendapatkan kursi seperti yang mereka harapkan. Dan jangan sampai jatah partai pengusung pak Jokowi berkurang karena masuknya partai-partai yang tidak mengusung pak Jokowi," jelasnya.
Seperti diketahui, Jokowi menyebutkan, Partai Gerindra kemungkinan akan masuk ke dalam koalisi partai pendukung pemerintah. Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Jumat (11 Oktober 2019).
"Kami tadi sudah bicara banyak mengenai kemungkinan partai gerinda masuk ke koalisi," jelasnya.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU yang ditetapkan pada Selasa (21 Mei 2019) pukul 01.46 WIB melalui Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019 selisih suara pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno adalah 11 persen atau 16.957.123 suara.
Dimana, suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen. Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen.
Jika dibandingkan Pilpres 2014 yang juga mempertemukan Jokowi vs Prabowo, terjadi peningkatan selisih suara antara kedua paslon.
Saat itu, Jokowi-JK meraih kemenangan dengan 70.997.85 suara (53,15 persen). Sementara, Prabowo Subianto yang berpasangan denhan Hatta Rajasa meraih 62.576.444 suara (46,85 persen). Selisih suara kedua paslon adalah 8.421.389 (6,3 persen). (R24/Bisma)