Zulkifli Hasan Sebut Amandemen UUD Menyeluruh Sulit Dilakukan
RIAU24.COM - JAKARTA- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyebutkan belum ada momentum yang tepat. Sehingga mustahil melakukan amandemen konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara menyeluruh.
Hal itu diungkapkannya sebagai jawaban atas keputusan pertemuan antara Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum (Ketum) Partai Nasdem Surya Paloh pada hari Minggu kemarin.
zxc1
"Ini yang terbatas saja perjalanannya hampir lima tahun bagaimana jika menyeluruh belum tentu bisa berjalan," katanya saat ditemui wartawan di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (14 Oktober 2019).
Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu menyebutkan, memang bukan sesuatu yang bermasalah melakukan amandemen UUD secara menyeluruh. Namun, membutuhkan waktu yang panjang.
zxc2
"Ini saja (amandemen terbatas) tidak mudah kami saja lima tahun sudah bolak-balik silahturahmi ke partai-partai dan sebagainya juga tidak mudah. Tetapi memang menurut saya pada suatu saat enggak tahu kapan memang perlu disempurnakan konstitusi kita. Namun sekali lagi tidak tahu kapan," jelasnya.
Atas dasar itulah, kata Zulfikli, niat Prabowo dan Surya Paloh bagus. "Namun harus ada momentum nah ini ada momentum atau tidak saya tidak tahu. Karena pada akhirnya ini adalah keputusan politik partai-partai di Parlemen," tuturnya.
Sebelumnya, Sekjen Partai Nasdem
Johny G Plate menyebutkan, baik Prabowo dan Surya Paloh menyepakati beberapa hal pertama, bahwa amandemen UUD 1945 haruslah menyeluruh.
"Kedua pemimpin partai politik sepakat bahwa amandemen UUD 1945 sebaiknya bersifat menyeluruh, yang menyangkut kebutuhan tata kelola negara sehubungan dengan tantangan kekinian dan masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik," ujar Johhny saat membacakan kesepakatan dari pertemuan yang digelar di kediaman Surya di Kebayoran Lama, Jakarta, Minggu (13 Oktober 2019).
Surya Paloh sendiri menjelaskan, bahwa amandemen UUD 1945 sebaiknya tidak dilakukan hanya untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Karena banyak hal yang harus dibenahi dalam UUD 1945. Salah satu di antaranya yang terkait dengan sistem kepemiluan.
Surya mengatakan, sistem pemilu serentak yang menjadi tafsir dari UUD 1945 perlu dipertanyakan apakah masih layak dipertahankan. Sebab, ia menilai ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pemilu serentak.
"Banyak poin masalahnya. Tidak terbatas membuat GBHN baru misalnya. Misal pemilu serempak ini. Putusan MK ini berdasarkan tafsiran UUD harus serempak," ujar Surya.
"Ini kita pikirkan bersama apakah akan dilanjutkan lima tahun ke depan pemilu serempak tadi, atau kembali terpisah misal pileg duluan menyusul pilpresnya. Banyak hal lain (dalam proses amandemen)," lanjut Surya. (R24/Bisma)