Silakan Dicek, Ini Rancangan Tarif Baru BPJS Kesehatan yang Ditolak di Mana-mana
RIAU24.COM - Sama halnya dengan revisi Undang-undang tentang KPK, saat ini penolakan terhadap rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, juga mulai menuai penolakan. Penolakan itu terjadi hampir di seluruh daerah di Tanah Air.
Meski demikian, pemerintah tampaknya tetap bergeming. Sejauh ini, belum ada terdengar kabar tentang niat pemerintah menunda atau menghapus rencana kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan tersebut.
Hanya Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo yang menyatakan bahwa opsi kenaikan tarif iuran BPJS itu adalah alternatif terakhir. Namun sama saja, hal ini juga tidak jaminan bahwa rencana itu akan ditunda atau ditiadakan.
Dari daftar rencana kenaikan tarif BPJS Kesehatan yang dilansir detik, Selasa 8 Oktober 2019, kenaikan tarif yang mencolok tampak pada peserta BPJS Kesehatan untuk kelas I. Untuk kategori ini, tarif iuran naik dari Rp80 ribu per bulan (untuk setiap peserta atau jiwa) menjadi Rp160 ribu per bulan, alias naik 100 persen.
Tidak hanya itu, kenaikan yang fantastis juga berlaku untuk peserta kelas II, yang naik dari Rp51 ribu per bulan, menjadi Rp110 ribu per bulan, alias juga naik 100 persen.
Sedangkan untuk peserta kelas III, juga naik dari Rp25.500 per bulan menjadi Rp42 ribu. Tak hanya itu, untuk peserta dari PBI pusat dan daerah, juga naik dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu.
Alternatif Terakhir
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo yang dikonfirmasi terkait hal itu, mengatakan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dan berkelanjutan.
"Sebenarnya, saya sudah bolak-balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir," ujarnya di Jakarta, Senin (7/10/2019).
Dilansir republika, Mardiasmo menjelaskan ada tiga hal yang harus dilakukan dalam menjamin keberlanjutan pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Pertama adalah perbaikan sistem dan manajemen JKN. Sementara yang kedua mengelola pengeluaran dalam pelayanan. Kenaikan iuran, baru menjadi alternatif terakhir.
"Dua hal itu, yang utama yang harus diperhatikan dan perlu diperbaiki. Peserta harus valid dan mereka benar-benar membayar iuran. Dalam hal pelayanan juga harus tepat, jangan ada fraud," terangnya.
Langkah lain untuk pengelolaan JKN ke depan dengan meningkatkan sinergitas antarlembaga, yaitu BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jasa Raharja, Asabri dan lain-lain. Tujuannya supaya tidak terjadi saling tumpang tindih. Selain itu, pemerintah daerah juga harus berkomitmen membangun sinergitas dalam jaminan kesehatan sosial yang dilaksanakan secara nasional. ***