Menu

Punya Tiga Tujuan, Riset Oxford Menyebutkan Buzzer Indonesia Dibayar Rp1-50 Juta

Muhammad Iqbal 7 Oct 2019, 05:55
Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

RIAU24.COM - Dua peneliti dari Universitas Oxford, Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard merilis sebuah penelitian yang berjudul 'The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation'.

Dilansir dari CNNIndonesia.com, Ahad, 06 Oktober 2019, dalam penelitian itu disebutkan jika Indonesia menjadi satu dari 70 negara yang menggunakan pasukan siber alias buzzer untuk sejumlah kepentingan sepanjang 2019.

Laporan tersebut menyebutkan jika sejumlah pihak di Indonesia yang menggunakan buzzer adalah politisi, partai politik, dan kalangan swasta.

Meski tidak menyebut secara rinci tentang nama atau partai politik di Indonesia yang dimaksud, penelitian itu membeberkan setidaknya ada tiga tujuan yang diincar para buzzer, yakni menyebarkan propaganda pro-pemerintah atau pro-partai, menyerang oposisi, hingga membentuk polarisasi.

zxc1

Metode penelitian yang dilakukan oleh Samantha dan Philip meliputi empat tahap, yakni analisis konten atas artikel yang melaporkan aktivitas buzzer, studi literatur atas arsip publik dan laporan ilmiah, menyusun studi kasus yang ada di sebuah negara, hingga konsultasi dengan para ahli.

Laporan tersebut juga membeberkan jika buzzer di Indonesia digerakan oleh bot dan manusia secara langsung. Penelitian ini tidak menemukan buzzer di Indonesia digerakkan oleh robot atau akun yang diretas seperti di beberapa negara seperti di Brazil, Jerman, Korea Utara, hingga Rusia.

Dari penelitian itu, Samantha dan Philip menyebut buzzer di Indonesia menggunakan disinformasi dan memanipulasi media untuk menyesatkan pihak yang menjadi target. Selain itu, buzzer di Indonesia juga dikerahkan untuk memperkuat konten yang ada di media sosial.

"Penciptaan disinformasi atau media yang dimanipulasi adalah strategi komunikasi yang paling umum. Di 52 dari 70 negara yang kami periksa, pasukan dunia maya secara aktif membuat konten seperti meme, video, situs berita palsu atau media yang dimanipulasi untuk menyesatkan pengguna," tulis laporan penelitian itu.
zxc2

Selain itu, penelitian tersebut juga menyebutkan buzzer di Indonesia memanfaatkan beragam media sosial dalam bekerja. Tercatat, buzzer di Indonesia menggunakan Twitter, WahatsApp, Instagram, dan Facebook.

"Meskipun ada lebih banyak platform dari sebelumnya, Facebook tetap menjadi platform dominan untuk aktivitas pasukan siber," demikian isi laporan penelitian tersebut.

Adapun besaran uang yang diterima oleh para buzzer di Indonesia yakni berkisar antara Rp1-50 juta. Buzzer di Indonesia juga dinilai memiliki kapasitas yang rendah karena melibatkan tim yang kecil dan aktif pada momen tertentu, seperti saat pemilihan atau referendum.

"Tim berkapasitas rendah cenderung bereksperimen dengan hanya beberapa strategi, seperti menggunakan bot untuk memperkuat disinformasi. Tim-tim ini beroperasi di dalam negeri, tanpa operasi di luar negeri," demikian hasil penelitian itu.