Menu

Mundur Saat Waktu tak Tepat, Pengamat Sebut Yasonna Laoly Bisa Dituding Lari dari Tanggung Jawab

Siswandi 28 Sep 2019, 17:13
Yasonna Laoly
Yasonna Laoly

RIAU24.COM -  Langkah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang memilih mundur dari jabatannya, saat ini tengah marak disorot. Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai, keputusan Yasonna mundur dari kursi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dilakukan pada saat tidak tepat, sehingga bisa menimbulkan kecurigaan masyarakat.

Sebab, politisi PDI Perjuangan itu mundur di tengah ramainya isu penolakan RKUHP dan UU KPK. Sehingga, Yasonna bisa saja dituding lari tanggung jawab.

"Mungkin niat Pak Yasonna itu baik, dia mundur karena mau pelantikan. Tapi orang menuduhnya ini seakan-akan lari dari tanggung jawab. Saya selalu tegaskan tidak karena ini justru murni karena alasan pelantikan," kata Adi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 28 Sepember 2019.

"Cuma Pak Yasonna ini mundur dalam waktu yang tidak baik, di tengah kerusuhan, di tengah kerusuhan seakan akan dia ingin lepas dari tanggung jawab," tambahnya, dilansir kompas.

Adi mengingatkan para politisi agar fokus membangun karir politiknya agar tidak bertabrakan dengan agenda politik lainnya. "Jadi ini jadi peringatan bagi kita semua bagi para politisi kalau mau jadi menteri ya jadi menteri aja, kalau mau di DPR ya di DPR aja," pungkasnya.

Untuk diketahui, pada Pileg 2019 lalu, Yasonna menjadi calon legislatif PDI-P dari dapil Sumatera Utara I. Yasonna sudah mengirim surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo per 27 September 2019.

Kepala Biro Humas Kemenkumham Bambang Wiyono membenarkan surat itu. "Ya, karena tidak boleh rangkap jabatan," kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat (27/9/2019) malam.

Yasonna mundur di tengah kontroversi sejumlah rancangan undang-undang yang bermasalah. Salah satunya adalah revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meski sudah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna 17 September, protes dan penolakan terus disuarakan masyarakat. UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Beberapa isi dalam UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu. ***