Ditanya Soal KPK Hambat Investasi, Menko Darmin Lempar Balik ke Moeldoko
RIAU24.COM - Perihal keberadaan KPK yang disebut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menghambat investasi di Tanah Air, sejauh ini masih menjadi sorotan. Namun saat dikonfirmasi benar atau tidaknya pernyataan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, enggan menanggapinya.
Sebagai gantinya, Darmin kembali melempar bola kepada Moeldoko, sebagai pihak yang pertama sekali melontarkan pernyataan itu.
Hal itu terjadi saat Darmin diwawancarai usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 24 September 2019.
Ketika ditanya wartawan apakah KPK menghambat investasi di Tanah Air, Darmin meminta wartawan menanyakan hal itu kembali kepada kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
"Saya enggak mau komentar. Tanya Pak Moeldoko," ujarnya, dilansir kompas.
Seperti dirilis media massa, Moeldoko sempat menyebut KPK menghambat investasi karena adanya celah ketidakpastian hukum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyetujui revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
Namun, revisi UU KPK yang telah disahkan itu, kini menuai protes dari banyak kalangan. Bahkan mahasiswa juga ikut memprotes. Tidak hanya di Jakarta, aksi mahasiswa yang memprotes revisi UU KPK yang telah disahkan itu juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Menanggapi fenomena itu, Darmin berharap aksi-aksi demonstrasi tersebut tak akan mengganggu pasar. Sebab, ia mengklaim pemerintah sudah menindaklanjuti aspirasi mahasiswa.
"Kan pemerintah sudah mengambil langkah mengusulkan ke DPR menunda pembahasan sejumlah UU. Ya kan, masalahnya kan di situ. Jadi jangan dibilang enggak ada langkah pemerintah. Ada, lah," ujarnya lagi.
Sementara itu, Moeldoko dalam klarifikasinya menerangkan, UU KPK sebelum direvisi selama ini kurang memberi kepastian hukum sehingga hal itu membuat investor lari. Sementara, UU KPK yang baru direvisi dan disahkan pada 17 September 2019 lalu, lebih memberi kepastian hukum.
Ia kemudian mencontohkan tak adanya mekanisme untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) dalam UU KPK yang lama. Akibat hal ini, orang yang menjadi tersangka dan sudah bertahun-tahun tidak ditemukan bukti, statusnya tidak bisa dicabut. ***