Menu

Di Tengah Kepulan Asap, Tuntutan Jokowi Lengser Menggema

Siswandi 23 Sep 2019, 15:59
Demo mahasiswa UMI di Makassar yang diwarnai dengan aksi pembakaran ban bekas. Foto: int
Demo mahasiswa UMI di Makassar yang diwarnai dengan aksi pembakaran ban bekas. Foto: int

RIAU24.COM -  Di tengah kepulan asap dari ban bekas yang dibakar, tuntutan kepada Presiden Jokowi untuk lengser digemakan para mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin 23 September 2019.

Tuntutan itu terlontar dalam aksi yang digelar ratusan mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) di depan kampus mereka, yang berada di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.

Selain menggelar orasi, para mahasiswa juga membagikan selebaran kepada para pengguna jalan yang melintas. Salah satu isi selebaran itu, adalah beberapa  alasan terkait tuntutan Presiden Joko Widodo turun tahta.

Mira, salah seorang orator dari Aliansi Mahasiswa UMI Tolak Rezim anti-Demokrasi mengatakan, terlalu banyak kebijakan Jokowi yang tidak pro rakyat. Di antaranya sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang tergesa-gesa ditetapkan.

"Maka hari ini kami nyatakan Jokowi harus turun," serunya.

Di antara RUU itu yang ditolak mahasiswa adalah RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Perkelapasawitan, dan RKUHP. Massa juga mengkritik kebijakan DPR dan pemerintah yang mengesahkan revisi UU KPK.

"Tolak pengesahan RUU KPK, tolak kenaikan iuran BPJS, tolak revisi UU Ketenagakerjaan, tolak revisi UU Pertanahan, tolak RUU perkelapasawitan, tolak RKUHP," kata Mira.

Ajis, salah seorang orator dalam orasinya menyatakan, mahasiswa UMI turun untuk mengkritisi segala bentuk kebijakan yang tidak pro rakyat. "Kita turun untuk menumbangkan rezim antidemokrasi," serunya.

Gejayan Memanggil
Sementara itu dari Yogyakarta, ribuan mahasiswa juga turun dalam aksi di Pertigaan Colombo, Jalan Gejayan. Mereka tetap melakukan demonstrasi meski beberapa jam sebelumnya rektor berbagai universitas di Yogyakarta menolak aksi tersebut. Sebut saja, UGM, UNY, UIN, Sanata Dharma, Atma Jaya, UKDW dan rektor-rektor universitas lainnya.

Dilansir republika, para mahasiswa memprotes sikap pemerintah yang dinilai semakin memojokkan rakyat mulai lewat RKUHP, UU KPK, UU Ketenagakerjaandan UU PKS. Selain itu, mereka menyampaikan protes atas tindakan kriminalisasi yang ditujukkan kepada aktivis-aktivis berbagai bidang. Sekaligus, memprotes sikap pemerintah dalam penanganan isu-isu lingkungan.

Di Tanjungpinang Rusuh
Sementara itu, aksi penolakan revisi UU KPK juga digelar sejumlah elemen mahasiswa Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Namun aksi yang digelar di Gedung DPRD Kepri tersebut berakhir ricuh.

Dilansir cnnindonesia, seribuan mahasiswa se-Pulau Bintan (Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) memadati Kantor DPRD. Mereka menuntut pimpinan DPRD untuk ikut dalam deklarasi menolak revisi UU KPK yang mereka nilai sebagai bentuk pelemahan.

Kericuhan terjadi beberapa menit setelah Ketua Sementara DPRD Kepri, Lis Darmansyah meninggalkan para mahasiswa yang mendesak anggota legislatif deklarasi menolak revisi UU KPK.

Lis gagal melobi mahasiswa agar deklarasi cukup disampaikan anggota DPRD Kepri di hadapan mahasiswa. Massa ngotot meminta masuk ke kantor DPRD agar dapat mendengarkan deklarasi di ruang rapat paripurna.

Namun Lis tidak mengizinkan. Dia meninggalkan para pengunjuk rasa dengan alasan melaksanakan rapat untuk mempersiapkan rapat paripurna HUT ke-17 Kepri.

Mahasiswa mulai tidak terkendali dan kemudian memaksa masuk ke dalam Kantor DPRD Kepri. Puluhan anggota Kepolisian dan Satpol PP Kepri yang berjaga di pintu masuk Kantor DPRD Kepri memukul mundur.

Mahasiswa nyaris tidak terkendali. Mereka marah lantaran ada rekannya yang dipukul saat berupaya masuk.

Dalam poin tuntutan, massa menuntut DPRD Kepri menolak kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan. Mereka juga menolak pembentukan Dewan Pengawas KPK dan menolak birokrasi pelaksanaan fungsi penyadapan.

Mahasiswa pun menolak mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tindak pidana korupsi oleh KPK. Massa turut menolak perintah koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana, Kepolisian, Kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi.

Selanjutnya, massa juga menolak mekanisme penggeledahan dan penyitaan, dan menolak pasal mengenai status kepegawaian KPK yang disamakan dengan aparatur sipil negara (ASN). ***