Posisi Jaksa Agung Terus Disorot, Nasdem Balas Sebut Ada yang Tekan Jokowi
RIAU24.COM - Posisi Jaksa Agung terus mendapat sorotan, jelang pembentukan kabinet Jokowi-Ma'ruf. Menanggapi hal itu, Sekjen Nasdem Johnny G Plate menyebutkan, ada pihak yang memunculkan tekanan pada Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dalam memilih Jaksa Agung untuk Kabinet 2019 - 2024. Menurutnya tekanan itu diberikan melalui konspirasi.
Dilansir republika, Johnny mengatkaan, aksi itu sama artinya tidak menghormati hak Presiden terpilih membentuk kabinet dan akan melemahkan demokrasi.
"Saat ini mulai kelihatan bahwa ada berbagai pihak yang mencoba memberikan tekanan pada Presiden dengan membuat teori konspirasi dan berita yang tidak didukung data bahkan jauh dari realita," kata Johnny melalui pesan tertulisnya, Jumat 2 Agustus 2019.
Menurutnya, keputusan mengangkat anggota kabinet merupakan hak prerogatif Presiden dan Nasdem menghormati hak Presiden tersebut. "Kami berharap, Presiden terpilih mempunyai keleluasaan yang luas dalam menentukan anggota kabinet dan tidak ada tekanan dari pihak mana pun," tambahnya.
Johnny menegaskan, semua jabatan sebagai anggota kabinet adalah jabatan yang ditunjuk melalui kekuatan politik dalam hal ini kekuatan Presiden terpilih. Termasuk di dalamnya Jaksa Agung sebagai pembantu Presiden.
Tak hanya itu, ia menyarankan partai lain untuk meniru sikap Partai Nasdem terhadap kadernya yang mendapat posisi struktural di bidang hukum setingkat menteri. Ia mencontohkan kebijakan Nasdem terhadap Prasetyo yang ditunjuk jadi Jaksa Agung.
"Saat diangkat menjadi Jaksa Agung, Pak Prasetyo telah diberhentikan sebagai anggota Nasdem dan tidak lagi menduduki jabatan struktural partai Nasdem," kata
Tak Setuju
Sebelumnya, PDIP telah mengungkapkan ketidaksetujuannya bila Jaksa Agung dijabat wakil Parpol. Sebab hukum tidak boleh ditegakkan hanya untuk kepentingan politik tertentu.
"Di sini diperlukan kedewasaan, di sini diperlukan sebuah tanggung jawab integritas dari aparat penegak hukum itu," ungkap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hasto mengaku sejalan dengan aspirasi masyarakat yang menghendaki posisi tertinggi lembaga hukum negara itu dipimpin oleh sosok non-partai. Dia mengatakan, kursi jaksa agung sebaiknya diduduki oleh kader internal kejaksaan itu sendiri.
Hal senada juga terlebih diungkapkan analis politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Ia menyarankan jaksa agung sebaiknya dari kalangan profesional yang sangat memahami tata kelola kejaksaan agung dan bukan dari partai politik.
Kalangan profesional yang dimaksudnya, termasuk tidak diusulkan oleh partai politik.
"Jaksa agung sebaiknya tidak berasal dari partai politik, baik kader partai politik, pernah menjadi partai politik maupun diusulkan oleh partai politik," lontarnya.
Menurut Pangi, kalau jaksa agung dari partai politik dikhawatirkan ada bias orientasi penegakan hukum dan dapat terjadi sikap "tebang pilih" dalam pemberantasan korupsi. "Hal ini dikhawatirkan dapat merusak jalan pemberantasan korupsi," katanya.
Sebelumnya, politikus Nasdem Teuku Taufiqulhadi tak membantah bahwa partainya masih mengincar kursi Jaksa Agung. Menurutnya, semua partai boleh melirik posisi tersebut, tetapi keputusan akhir pada Presiden Joko Widodo (Jokowi). ***