Pengamat Sebut Jokowi Cari Penyakit Jika Sampai Bubarkan FPI
RIAU24.COM - Pengamat politik M Rizal Fadillah ikut berkomentar terkait kemungkinan Presiden Jokowi tidak memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) ormas Front Pembela Islam (FPI) untuk lima tahun ke depan. Wacana itu sebelumnya dikemukakan Jokowi dengan catatan jika FPI melanggar ideologi bangsa dan mengancam keamanan negara.
“Meskipun dengan bahasa ‘jika’, namun tersimpulkan niat (dari Jokowi). Asasinya, syarat (perpanjangan SKT untuk FPI) itu tampaknya tak mungkin,” kata Rizal, Senin 29 Juli 2019.
Dia menjelaskan, FPI sejak kelahirannya hingga kini tidak pernah melanggar ideologi negara. Pancasila tak pernah dipermasalahkan ormas itu, bahkan mereka memperkuatnya dengan pemahaman keagamaan dari sila-sila yang sejalan dengan agama Islam.
“Begitu juga dengan keamanan negara, tidak terancam dengan keberadaannya. FPI sama dengan organisasi Islam lain, menjadi khazanah keormasan di Indonesia,” ujarnya.
Dia menuturkan, FPI yang mengambil titik berat pada jalur mengubah kemungkaran adalah organisasi dakwah yang melengkapi warna gerakan keislaman di Tanah Air. Menurut dia, ormas Islam lain mungkin mengambil tekanan untuk mengajak kebaikan.
“Meski tidak memutlakkan jalur tersebut, tapi fakta yang ada FPI adalah mozaik dakwah yang sehat-sehat saja,” tuturnya.
Dia menilai komitmen FPI dalam membela Islam sangat kuat. Habib Rizieq Syihab sebagai pimpinan FPI juga menambah ketokohan dan kepemimpinan umat Islam di Indonesia.
“Ahok (mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama) yang nyeleneh, arogan, dan menista agama membawa hikmah. Pengaruh besar dan suara tajam Habib Rizieq mampu menyatukan umat Islam melalui momen perjuangan 411, 212, Reuni 212, dan sebagainya,” ucap Rizal.
Dia mengatakan, saat digelarnya Aksi 212 pada 2016, Presiden Jokowi pun ikut menjadi pendengar khutbah Habib Rizieq di Lapangan Monas, Jakarta Pusat. Jokowi mendengarkan secara seksama khutbah yang mencerahkan dengan retorika yang memukau dari imam besar FPI itu.
“Habib Rizieq memang seorang pemimpin. Tentu tidak bagi Jokowi, suara itu menjadi seperti kalimat perlawanan yang menusuk-nusuk, menjengkelkan, ingin segera menangkap, dan menghukumnya,” ujar Rizal.
Dia menduga, setelah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan pada 2017, target berikutnya adalah FPI. Menurut dia, ormas-ormas yang bersuara kritis pada pemerintah ke depan bisa saja “di-HTI-kan” atau “di-FPI-kan”.
“Sebenarnya Jokowi cari penyakit saja dengan membubarkan FPI. Membuka ruang bagi perlawanan yang justru semakin menguat,” katanya.
Sumber: Gelora. co