Gara-gara Faktor Ini, TGPF Kasus Novel Baswedan Bentukan Kapolri Buat Kecewa Banyak Pihak
RIAU24.COM - Banyak pihak yang merasa kecewa dengan hasil kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Kapolri, dalam kasus kekerasan yang dialami penyidik KPK, Novel Baswedan. Meski berkasnya mencapai 2.700 halaman, namun tidak satu pun yang memuat nama tersangka pelaku aksi kekerasan tersebut.
Alih-alih menemukan tersangka pelaku, TGPF malah dinilai membuat pengembangan kasus itu jadi makin rancu. Pasalnya, TGPF bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu malah membuat sejumlah prediksi, yang dinilai malah membuat posisi Novel Baswedan dan KPK seolah tersudutkan.
Hal itu terkait pernyataan TGPF yang menemukan dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan, yang disebut menjadi pemicu timbulnya dendam terhadap Novel Baswedan.
Rasa kecewa itu, tak ditampik Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif. Ia mengaku kecewa karena belum ada temuan signifikan dari kerja TGPF selama enam bulan belakangan ini.
Padahal, KPK berharap TGPF bisa mengungkap siapa pelaku penyarangan terhadap Novel.
"KPK sejak awal berharap pelaku ditemukan. Kami bayangkan hasil kerja tim ini sudah langsung menemukan siapa calon tersangka, namun dari yang kita lihat tadi belum ada calon tersangka. Belum ada perkembangan signifikan untuk menemukan pelaku," lontarnya kepada republika, Rabu (17/7/2019) kemarin.
Sehingga sangat wajar jika KPK kecewa, karena sampai saat ini pelaku lapangan belum juga terungkap. Padahal, kasus itu sudah berjalan selama dua tahun.
Tak hanya itu, Laode juga menyorot pernyataan TGPF terkait penggunaan kewenangan secara berlebihan tersebut. "Kami tegaskan dalam melaksakan tugasnya penyidik menggunakan wewenang sesuai hukum acara yang berlaku," terangnya.
Karena itu, pihaknya mengajak agar tetap fokus menemukan pelaku, bukan malah mencari alasan atau membangun isu-isu lain.
"Pimpinan KPK akan membicarakan langkah berikutnya agar teror dan serangan seperti ini bisa ditangani, pelaku ditemukan dan hal yang sama tidak terulang kembali," tambahnya.
Kecaman juga datang dari perwakilan Tim Advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana. "Kami tim kuasa hukum Novel Baswedan menyatakan kekecewaan kami yang besar. Kami harus mengatakan bahwa tim satgas bentukan Polri yang merupakan tindak lanjut rekomendasi Komnas HAM telah gagal total untuk jalankan mandatnya," lontarnya di Gedung KPK Jakarta.
Indikator kegagalan itu, terangnya, tampak dari belum terungkapnya pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. Selain itu, TGPF tersebut hanya berkutat pada rekomendasi-rekomendasi, tanpa menyebutkan siapa pelaku penyiraman air keras.
"Kegagalan itu bisa dilihat dari belum ada belum terungkap pelaku, alih-alih pelaku lapangan eksekutor penyerangan Novel Baswedan, terlebih aktor intelektual dibalik penyerangan terhadap Novel Baswedan sebagai korban," ujarnya.
Arif menegaskan, kegagalan TGPF tersebut merupakan kegagalan dari Kepolisian RI. Pasalnya, tim tersebut bertanggung jawab langsung kepada Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
karena itu, pihaknya menuntut Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bersifat independen serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
"Kami juga menuntut Presiden Republik Indonesia sebagai kepala negara serta panglima penegakan hukum untuk tidak melempar tanggungjawab pengungkapan kasus ini ke pihak lain dan secara tegas bertanggungjawab atas pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan," tegasnya.
zxc2
Motif Ada, Tapi Pelaku tak Jelas
Tak kalah pedas, Wadah Pegawai KPK juga menyayangkan kinerja TGPF bentukan Kapolri tersebut. Pasalnya, selain tidak menemukan pelaku aksi kekerasan, TPF justru memojokkan Novel sebagai korban dengan menimbulkan dugaan motif dari aksi kekerasan tersebut .
"Bagaimana mungkin motif ditemukan, tapi pelaku tidak didapatkan. Sebab seharusnya jika pelaku ditangkap baru diketahui motif," lontar Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap.
Bahkan lebih dari itu, TGPF juga dinilai membangun ketidakpercayaan atau distrust terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Temuan Tim Pakar memojokkan korban dan membuat distrust terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri kita," ujarnya.
Dikatakannya, selama enam bulan bekerja tim yang beranggotakan para pegiat HAM, akademisi, dan pakar itu gagal mengungkap peneror Novel baik pelaku lapangan apalagi aktor intelektual. Alih-alih mengungkap pelaku, TPF justru mengembangkan motif terjadinya teror.
Dalam paparannya kemarin, anggota TPF, Nur Cholis, menerangkan, tim melakukan serangkaian kegiatan pengujian ulang keterangan para saksi maupun ahli. Termasuk, kembali menelusuri dan memeriksa ulang tempat kejadian perkara dan beberapa lokasi lainnya.
Namun, dari penelusuran-penelusuran tersebut, TPF belum menemukan siapa tersangka dalam kasus penyiraman tersebut. Termasuk, terhadap beberapa orang yang sebelumnya sempat dicurigai berada di sekitar rumah Novel maupun di masjid.
“TPF tidak menemukan alat bukti yang mencukupi dan meyakinkan, bahwa saksi-saksi tersebut terlibat dalam tindak pidana, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan kekerasan terhadap korban yang terjadi pada 11 April 2017,” kata Nur Cholis.
Tim merekomendasikan kepada kepolisian RI untuk melanjutkan dengan membuat tim teknis untuk mendalami hasil investigasi TPF. Selain itu, lanjut Nur Cholis, TPF juga meminta agar tim nantinya bisa mendalami kasus-kasus besar yang pernah ditangani oleh penyidik KPK, Novel Baswedan. Karena, TPF menduga penyerangan yang dilakukan pelaku terhadap Novel dilatarbelakangi oleh dendam.
“Sekurang-kurangnya enam kasus high profile yang ditangani oleh korban. TPF meyakini kasus-kasus itu berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam karena adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan,” kata Nur Cholis.
Sementara itu, Kadiv Humas Mabes menyatakan irjen M Iqbal mengatakan, pihaknya siap untuk menindaklanjuti rekomendasi dari TPF. Termasuk untuk membuat tim teknis untuk semakin mendalami hasil temuan TPF.
"Tim teknis ini nanti akan dipimpin Pak Kabareskrim,” ujarnya. ***