Sebut Kader Daerah Ingin ke Jokowi, Pernyataan Waketum PAN Ini Disebut Buat Malu Partai
RIAU24.COM - Pernyataan Waketum PAN, Viva Yoga Mauladi, yang menyebutkan mayoritas kader dan pengurus wilayah partai lebih menginginkan bersama-sama di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk lima tahun ke depan, langsung menuai kecaman.
Salah satunya, datang dari anggota Dewan Kehormatan PAN, Dradjad Wibowo. Ia dengan terang-terangan mengaku menyangsikan pernyataan Viva. Tak hanya itu, pernyataan itu juga dinilai bisa membuat malu partai, karena dinilai tidak memiliki pendirian.
Apalagi, banyak koalisi Jokowi yang sebenarnya tak ingin PAN ikut bergabung. Dengan demikian, sebenarnya tak ada alasan bagian segelintir kader PAN yang ngotot ingin bergabung dengan koalisi Jokowi tersebut.
"Saya sangat menyangsikan pernyataan tersebut karena, jika bertemu secara pribadi, banyak pimpinan DPW yang sejujurnya lebih senang PAN konsisten di luar pemerintahan. Untuk DPD di kota dan kabupaten, malah lebih banyak lagi yang bersikap seperti itu," ungkap Dradjad Wibowo, Rabu 3 Juli 2019.
Tak hanya itu, Dradjad juga mengaku meragukan keterangan Viva Yoga tersebut. Dia juga mengaku malu dengan pernyataan-pernyataan dari sejumlah pengurus DPP yang bernada merapat ke pemerintah Jokowi.
"Salah satu alasannya, mereka tidak sanggup menatap wajah pemilih di daerah jika ditanya mengapa PAN politiknya zig-zag. Mereka khawatir pemilih marah. Saya malu sebenarnya dengan kengototan sebagian pengurus DPP PAN masuk koalisi Pak Jokowi. Malunya tiga kali lipat," tambahnya, dilansir detik.
Tak hanya itu, Dradjad mengaku malu karena, sebenarnya banyak kalangan dari koalisi Jokowi yang menolak PAN masuk pemerintahan.
"Di koalisi tersebut kan banyak sekali kawan-kawan saya. Mereka bercerita apa adanya karena mereka sepakat dengan sikap saya, yaitu PAN sebaiknya tetap di luar. Kasarnya, PAN tidak mereka inginkan bergabung. Malu kan, kalau masih ngotot mau masuk," tambahnya lagi.
Selain itu, Dradjad juga malu karena bila itu terjadi, maka akan sekali PAN sebagai parpol yang tidak konsisten dan itu tidak disukai rakyat.
Buah dari ketidaksukaan rakyat terhadap sikap inkonsisten PAN disebutnya sudah tampak dari hasil Pileg 2019, di mana perolehan suara dan kursi PAN di DPR menurutnya merosot. Ini, kata dia, karena PAN dianggap tidak konsisten selama 2014-2019.
"Ketiga, malu kepada pemilih PAN dalam Pileg 2019. Suara dan kursi PAN banyak disumbang dari provinsi di mana Prabowo-Sandi menang, seperti di Sumatera dan Jabar. Bisa-bisa mereka nanti tidak percaya lagi kepada PAN," jelasnya lebih jauh.
"Berpolitik itu perlu konsisten. Saya berharap nanti PAN sebagai organisasi akan menjadi parpol yang benar-benar konsisten. Sesuai dengan kata 'Amanat' di dalam nama PAN," imbuh Dradjad.
Sebelumnya, Viva Yoga mengatakan, ada beberapa poin yang didapat dalam pertemuan antara Ketum PAN Zulkifli Hasan dan sekitar 30 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN di rumah dinasnya, pada 27 Juni dan 30 Juni 2019.
Diskusi informal itu merupakan pertemuan sebelum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN yang direncanakan diselenggarakan pada akhir Juli atau awal Agustus nanti.
Agenda diskusi itu adalah mengevaluasi Pemilu 2019 dan membahas soal sikap PAN setelah MK memutuskan menolak semua gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, pasangan capres-cawapres yang telah didukung PAN.
Menurutnya, menghasilkan empat hal. Pertama, mayoritas sepakat PAN harus berbenah diri. Kedua, partai berlambang matahari ini perlu berkonsolidasi. Ketiga, mendampingi masyarakat. Keempat, bersama pemerintahan Jokowi. Poin terakhir ini yang kemudian menjadi bahan perdebatan di kalangan internal PAN. ***