Gedung MK Diblokade Berlapis-lapis, Peserta Aksi: Kami Rakyat, Berhak Dong!
RIAU24.COM - Menjelang Kamis 27 Juni 2019 siang ini, massa aksi Kawal Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenuhi kawasan Patung Kuda di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, mulai bergerak ke arah Gedung Mahkamah Konsitusi (MK). Namun sejauh ini, upaya mereka belum bisa maksimal. Karena areal menuju Gedung MK sudah diblokade rapat-rapat. Selain itu, petugas dari Kepolisian juga sudah tampak berjaga-jaga.
Tak ayal, kondisi itu menimbulkan rasa kecewa dari para peserta aksi. Sejauh ini, massa masih mendengarkan orasi yang dilontarkan dari mobil komando.
"Kecewa Mas, kita mau mengawal MK tapi diblokade. Kita rakyat juga berhak dong datang ke MK," ujar Samsuri, salah seorang peserta aksi unjuk rasa, dilansir antara.
Sejauh ini, massa hanya bisa berkumpul di sekitar kawasan Patung Kuda hingga depan Gedung Kementerian Pertahanan. Sementara akses menuju gedung MK diblokade secara berlapis.
Lapis pertama menggunakan pagar beton dan kawat berduri. Sedangkan lapis kedua diblokade menggunakan kendaraan taktis yang dilengkapi pagar besi. Pemblokadean itu dilakukan hingga jalur arah MK menuju Patung Kuda sehingga tidak ada massa yang bisa masuk ke area sekitar Gedung MK.
Konsentrasi massa pun terbagi menjadi dua bagian. Pertama di area Patung Kuda dan sekitar blokade depan Gedung Kemenhan.
Dalam tuntutannya, massa meminta MK mengabulkan gugatan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. Mereka juga meminta MK mendiskualifikasi salah satu pasangan calon karena dituding telah melakukan kecurangan.
"Kita harus tuntut MK bahwa Paslon 01 telah melakukan kecurangan. Mereka harus mendiskualifikasi," kata pengunjuk rasa lainnya, Benny, yang dilansir ulang republika.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan tidak ada izin untuk melakukan aksi demonstrasi di Gedung MK.
"Kalau ada demonstrasi berarti tidak ada izin. Kalau tidak ada izin, polisi berhak membubarkan," ujarnya.
Menurut Wiranto, pembubaran bisa dilakukan karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. "Ini semua ada di undang-undang, bukan polisi mengarang sendiri, itu saja yang sederhana. Kita tunggu saja," ujarnya lagi. ***