Partai Demokrat: Peluru Ini Dibeli Pakai Uang Rakyat, Kok Jadi Senjata Makan Tuan?
RIAU24.COM - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syarief Hasan, menilai, ada paradoks aparat Kepolisian, terkait peluru yang digunakan saat rusuh 21-22 Mei 2019, di sekitar Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal itu dilontarkannya setelah membesuk enam orang korban dalam bentrok tersebut, yang hingga kini masih dirawat di RSUD Tarakan. Ketika itu, Syarief menemukan ada korban yang mengalami luka tembak, sehingga harus dioperasi.
"Karena menurut polisi, mereka tidak membawa peluru. Tetapi, rata-rata mereka ini lukanya dari tembakan peluru. Ini paradoks sekali ya," kata Syarief melalui keterangan tertulisnya, Sabtu 25 Mei 2019.
Karena itu, Demokrat meminta ada pengusutan secara tuntas dan gamblang, mengenai luka tembak yang diderita para korban. Apalagi, korban yang dirawat inap di RSUD Tarakan, tergolong masih di bawah umur.
"Bagaimana pun, ini rakyat dan peluru ini dibeli rakyat Indonesia, kok jadi senjata makan tuan? Kita prihatin sekali. Untuk itu, Demokrat meminta kasus ini diungkap secara gamblang agar masyarakat tahu," tegasnya, dilansir viva.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta, Taufiqurrahman, yang ikut menyertai, menilai, apa yang terjadi adalahsebuah pelanggaran serius. Apagi mengingat para korban rata-rata masih berusia muda. Selain itu, pemerintah Indonesia pernah ikut terlibat saat melakukan ratifikasi konvensi PBB.
"Ini masuk dalam kategori penyiksaan (torture)," lontarnya.
Pihaknya juga ingin memastikan pelayanan dari RSUD Tarakan sudah tepat, serta berharap tidak ada lagi biaya yang dibebani kepada korban rusuh tersebut. Sebab, rumah sakit itu adalah milik pemerintah.
"Kami juga harap, pemerintah bertanggung jawab, minimal pasien tidak ada lagi yang dibebani biaya perawatan dan biaya pemulihan pascaperawatan," ujarnya lagi. ***