Buntut Penganiayaan Jurnalis Di Aksi 22 Mei, AJI Sebut 'Tidak Ada Berita Seharga Nyawa'
RIAU24.COM - Buntut adanya tindak kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput aksi di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta, yang berujung ricuh pada Rabu, 22 Mei 2019.
Aji pun mendesak agar aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan.
"Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya. Sebab, tidak ada berita seharga nyawa," ujar Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri dalam rilisnya.
Atas peristiwa tersebut AJI Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan dan menyerukan tiga poin penting, yakni :
1. Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, baik oleh polisi maupun kelompok warga.
2. Mengimbau kepada para pemimpin media untuk bertanggung jawab atas keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan. Memberikan pembekalan pengetahuan Safety Journalist dan beri penanganan trauma yang terjadi selama peliputan.
3. Mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.
Tindakan yang mengintimidasi jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan itu bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik.
Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.(rls)