Jika Nekat Berperang, Donald Trump Ancam Bikin Riwayat Iran Berakhir
RIAU24.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan membuat riwayat Iran berakhir atau tamat jika Taheran nekat ingin berperang dengan Amerika. Ancaman pemimpin AS itu disampaikan melalui via Twitter. Senin 20 Mei 2019.
"Jika Iran ingin bertarung, itu akan menjadi akhir resmi dari Iran. Jangan pernah mengancam Amerika Serikat lagi!," ancam Trump via akun @realDonaldTrump. Ancaman dilontarkan ketika Washington terus menumpuk kekuatan militernya di dekat negara para Mullah tersebut.
Tidak jelas apa yang memicu Trump membuat ancaman seperti itu karena para pejabat Iran dalam beberapa hari terakhir mengatakan bahwa mereka ingin menghindari konfrontasi militer dengan AS.
Sebelumnya pada hari Minggu, komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Mayor Jenderal Hossein Salami, bersikeras bahwa Iran hanya menginginkan perdamaian, tetapi tidak takut untuk melawan Amerika. "Perbedaan antara kami dan mereka adalah bahwa mereka takut perang dan tidak memiliki keinginan untuk itu," kata Salami.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei juga meyakinkan bahwa tidak akan ada perang di Teluk Persia. Namun, ia menambahkan bahwa Teheran juga tidak akan terlibat dalam pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir baru dengan AS.
Pemerintahan Trump baru-baru ini meningkatkan tekanan terhadap Teheran dengan sanksi dan penumpukan militer di dekat perairan teritorial Iran. AS dan sekutunya mulai meningkatkan patroli keamanan maritim di perairan internasional Teluk Persia minggu ini setelah Washington meningkatkan kekuatan Armada Kelima.
Kelompok Tempur Kapal Induk USS Abraham Lincoln sudah dikerahkan ke Teluk Persia dan pesawat-pesawat pengebom B-52 sudah berpatroli di kawasan itu dalam satu langkah untuk mengirim pesan ancaman kepada Teheran.
Ketegangan di kawasan itu memanas setelah AS mulai menumpuk kekuatan militernya di Timur Tengah dengan dalih Iran sudah merencanakan akan menyerang pasukan Washington dan kepentingannnya di Timur Tengah. Tuduhan itu bersumber dari intelijen AS. Namun, Iran menepisnya dan mengecam tuduhan itu sebagai informasi intelijen palsu seperti yang pernah dilakukan terhadap Irak menjelang invasi tahun 2003.