Cuma Karena Alasan ini, Relawan Jokowi Tutup Sayembara Kecurangan Pemilu Rp 100 Miliar
RIAU24.COM - Beberapa waktu lalu, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sempat melakukan pembahasan kecurangan pemilu 2019 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat.
Berkaitan dengan hal tersebut, relawan Jokowi-Ma'ruf Amin sempat membuat sayembara sebesar Rp 100 Miliar bagi siapa saja yang dapat membuktikan kecurangan pemilu. Kini, mereka menutup sayembara tersebut. Mereka beralasan, tidak ada yang berhasil memberi bukti bahwa Pemilu 2019 curang.
"Satu bulan yang lalu kami nyatakan, jika ada pihak 02 yang bisa buktikan kepada kami (soal kecurangan) maka kami siapkan dana yang mewakili 17 pengusaha untuk memberikan kepada pihak yang menemukan kecurangan paling tidak lima persen. Tapi sampai saat ini belum ada pihak yang hubungi kami, sehingga kami melakukan closing statement," kata relawan dari Muslim Cyber Army Jokowi-Ma'ruf, Diki Candra dilansir dari Viva.co.id, Jumat 17 April 2019.
Kata dia, meski saat ini kumpulan relawan telah menutup sayembara tersebut, pihak relawan masih menunggu sampai dengan tanggal 21 Mei 2019. Jika memang tidak ada, maka pemenangnya adalah rakyat yang selama ini mendukung Jokowi-Ma'ruf.
"Jika sampe tanggal 21 Mei jam 12 siang enggak ada yang datang, maka yang menang adalah rakyat mayoritas yang pilih Jokowi, pemenangnya adalah rakyat," kata dia.
Kemudian, jika sampai waktu yang telah ditentukan tidak ada yang dapat membuktikan kecurangan Pemilu 2019 secara terstruktur sistematis dan massif, maka dipastikan kecurangan hanyalah fitnah semata.
zxc2
"Artinya selama ini bisa kami nyatakan propaganda bahwa ada kecurangan yang bersifat TSM, itu adalah bohong fitnah, karena faktanya ketika kita minta data mereka tak bisa tunjukkan," ujarnya.
Kemudian, terkait dengan adanya pemaparan dugaan kecurangan yang dilakukan BPN Prabowo-Sandi, dia mengatakan itu belum dapat membuktikan kecurangan minimal lima persen. Itu hanyalah paparan IT yang belum dapat dibuktikan secara pasti.
"Itu baru kasus bukan angka kecurangan, itu lebih banyak kepada sistem entry data komputer yang belum tentu mempengaruhi angka keseluruhan, itu baru kasus bukan sampai kepada kesimpulan Pak Jokowi memperoleh angka sekian persen karena ada kecurangan sekian persen," tutupnya.