Dari Trauma, Musibah Karhutla Membuatnya Jadi Waspada
RIAU24.COM - Rasa panik luar biasa tengah menggemuruh di hati Nunuk, perempuan paruh baya, warga kawasan Air Hitam, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru. Betapa tidak, lahan gambut yang berada di sekitar rumah kayunya, sudah dipenuhi dengan kobaran api akibat kebakaran hutan dan lahan. Asap tebal yang mencul akibat kebakaran, membuat pemandangan di sekitar rumahnya berubah menjadi gelap, meski ketika itu sudah siang.
Tak hanya itu, pernafasannya juga jadi sesak karena dipaksa menghirup asap. Ia dihadapi dilema, apakah harus bertahan atau melawan untuk memadamkan api. Suasana ketika itu benar-benar kacau. Hatinya sungguh risau.
Di tengah gumpalan kabut asap pekat yang terus mengganas, perempuan yang akrab disapa Bu Nunuk ini, akhirnya memilih berjibaku melawan api. Dengan bermodalkan ember yang diisi air dari sumur kecil dan aliran sungai kecil yang mengalir di depan rumahnya, ia berusaha memadamkan api supaya jangan sampai merembes ke rumah kayunya yang sederhana.
Tentu saja itu bukan pekerjaan mudah. Apalagi luas pekarangan yang harus dijaga, tidak berimbang dengan kekuatan yang dimilikinya. Beberapa tanaman yang ditanamnya, juga sudah mulai hangus dilalap api yang menghanguskan lahan gambut di pekarangan rumahnya. Padahal tanaman berupa sayuran dan buah-buahan itu, merupakan harapannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sebagai petani rumahan. Selain dijual, ada juga yang dikonsumsinya sendiri.
Di tengah rasa kalapnya memadamkan api, tiba-tiba ia jadi tersentak kaget. Pasalnya, tiba-tiba ia mendengar cucu laki-lakinya yang masih balita, tiba-tiba menangis dengan suara yang begitu keras. Sontak saja firasatnya mengatakan, sesuatu yang tak diharapkan telah terjadi.
Nunuk sendiri sempat merasa heran. Pasalnya, ketika akan memadamkan api, sang cucu yang masih baru pandaiberjalan beberapa langkah itu, ditinggal di dalam rumah. Selama ini, Nunuk memang hidup bersama suami serta cucunya itu. Penasaran dengan nasib sang cucu, ia pun kembali ke rumah. Benar saja, pemandangan yang sama sekali tak diharapkannya, benar-benar terjadi. Di depan matanya sendiri, ia menyaksikan sang cucu terperosok lubang di samping gudang kayu di belakang rumahnya.
Dadanya langsung terasa dihimpit batu. Yang membuat hatinya menjerit pilu, rupanya balita tak berdosa itu terjebak dalam tanah gambut, yang pada bagian bawahnya sudah membara akibat terbakar. Akibatnya, tentu saja kaki sang cucu yang masih belajar berjalan itu, jadi melepuh.
"Itu adalah kejadian yang sampai sekarang tak bisa saya lupakan. Saya benar-benar dibuat trauma," tuturnya nyaris terisak karena menahan tangis, saat menuturkan kisahnya itu kepada wartawan, yang menyertai operasi rutin yang dilaksanakan petugas Manggala Agni Daerah Operasional (Daops) Pekanbaru di kawasan itu, baru-baru ini.
Kejadian yang dituturkan Bu Nunuk itu terjadi tahun 2015 lalu. Pada masa-masa itu, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) memang masih rutin terjadi setiap tahun di Bumi Lancang Kuning. Bahkan pada tahun itulah, Karhutla yang menimpa Provinsi Riau, mencapai puncaknya. Karhutla ketika itu juga bahkan sempat merenggut nyawa masyarakat di Bumi Lancang Kuning.
Apa yang dituturkan Bu Nunuk, juga diamini Jamil, salah seorang personil Manggala Agni yang ikut mendampingi wartawan ketika itu. "Kami bahkan sampai berkemah hingga berhari-hari di tempat ini untuk memadamkan api," terangnya.
Bila dilihat dari kondisi lahan di kawasan itu, memang wajar jika rawan terjadi Karhutla. Pasalnya, lahan di kawasan itu memang terdiri dari lahan gambut yang tebal. Bila kemarau datang, kawasan itu langsung menjadi kering. Sehingga tak heran pula, jika kawasan yang menjadi tempat tinggal Bu Nunuk, termasuk salah satu kawasan yang selalu dipantau secara rutin oleh Manggala Agni Daops Pekanbaru.
"Di sini gambutnya tebal, kalau kemarau datang, begitu kering. Hanya karena puntung rokok saja, bisa memantik munculnya kebakaran," terang Jamil lagi.
Selain itu, meski berada di tengah pusat pemerintahan Provinsi Riau, kawasan yang dihuni Bu Nunuk bisa dikatakan masih jauh dari kemajuan. Hingga radius setengah kilometer dari rumah Bu Nunuk, tidak ada bangunan lain. Yang tampak hanya hamparan lahan semak belukar yang diselingi pohon-pohon besar yang sudah tumbang atau ditebang bekas aktivitas illegal logging beberapa tahun silam. Jaringan listrik pun belum tampak ada yang terpasang. Sehingga bila ada yang iseng membakar lahan, akan sulit ketahuan. Rimbunan semak-semak yang kadang cukup tinggi, bisa jadi tempat persembunyian yang sempurna bagi pelaku aksi jahat tersebut.
Berbuah Waspada
Ibarat kata pepatah, selalu ada hikmah di balik bencana. Hal itu pula yang dirasakan Bu Nunuk. Sejak kejadian itu, ia bersama suami jadi tambah waspada. Khususnya jika sudah masuk musim kemarau.
Apalagi, kawasan tempat tinggalnya itu, menjadi idola bagi para pemancing yang berasal dari Kota Pekanbaru dan sekitarnya. Kondisi ini bisa dimaklumi, mengingat di kawasan itu terdapat aliran anak sungai yang cukup panjang. Kabarnya, stok ikan di dalamnya masih berlimpah.
"Sekarang, kalau ada orang mancing datang, saya selalu ingatkan supaya berhati-hati. Jangan buang puntung rokok sembarangan," tutur Nunuk.
Bila ada tanda-tanda mencurigakan, tanpa diperintah lagi, Nunuk atau suaminya, akan langsung berkoordinasi dengan aparat pemerintah desa setempat. Selain itu, operasi rutin yang digelar petugas dari Manggala Agni, dirasakan banyak membantunya. Khususnya bagaimana cara mengantisipasi terjadi kebakaran lahan di kawasan itu. Masukan dan saran dari petugas Manggala Agni, juga menjadi masukan berharga bagi dirinya. "Pokoknya, setiap apa yang saya temukan, saya sampaikan kalau datang patroli rutin seperti ini. Saya sudah trauma, jangan sampai kejadian itu terulang lagi," ujarnya.
Tidak hanya itu, untuk areal di pekarangan rumah, Nunuk juga telah membuat langkah antisipasi. Salah satunya, dengan membuat parit api yang membatasi pekarangan dengan rumahnya. Bila musim kemarau tiba, ia selalu menyirami parit itu dengan rutin. Sehingga bila ada lahan yang terbakar, api tidak akan sampai ke rumah karena sudah terhalang parit api yang dijaga
selalu dalam kondisi basah.
"Nih masih tampak lembap, barusan saya siram," ujarnya seraya memperlihatkan parit api yang berada persis di bagian belakang rumahnya.
Utamakan Pencegahan
Sementara itu, Kepala Manggala Agni Daops Pekanbaru, Edwin Putra, S Hut , mengatakan, dalam penanganan masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), pihaknya memang mengutamakan pencegahan.
"Kalau ada lahan yang terbakar, kita siap turun ke lapangan. Namun kita utamakan pencegahan. Lebih banyak baiknya. Kalau sudah terbakar, banyak yang harus dikerahkan. Tidak hanya anggota dan peralatan, juga butuh biaya yang tinggi. Selain itu, berarti kita bisa disebut gagal dalam pencegahan," terangnya.
Sejauh ini, berbagai program telah dilakukan pihaknya, dalam rangka pencegahan terjadinya Karhutla tersebut. Di antara program yang telah dilaksanakannya, adalah dengan menggelar patroli rutin. Khususnya di beberapa kawasan yang dinilai rawan terjadi Karhutla. Untuk Manggala Agni Daops Pekanbaru, arealnya meliputi Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, sebagian Rokan Hulu, serta beberapa daerah di Kabupaten Siak.
"Kita sudah petakan. Dalam wilayah kerja kita, ada beberapa daerah yang dinilai rawan terjadinya Karhutla. Khususnya di beberapa daerah yang lahannya berupa gambut. Jadi kita rutin melaksanakan patroli, memantau kondisi di lapangan," sebutnya.
Dalam operasi rutin itu, selain mengawasi kondisi di lapangan, jajaran Manggala Agni Daops Pekanbaru juga bisa sekalian melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Termasuk mempelajari tekstur tanah atau gambut yang ada pada sebuah titik. Sehingga bila terjadi kebakaran, pihaknya sudah mendapat gambaran bagaimana cara memadamkannya hingga benar-benar tuntas. "Jadi intinya banyak hal dan manfaat yang bisa didapat dengan operasi rutin ini," tambahnya lagi.
Tidak hanya itu, tambah Edwin, pihaknya juga menyadari tidak mungkin meng-cover seluruh kawasan yang masuk dalam daerah operasional pihaknya, dengan jumlah personel yang terbatas. Karena itu, kerja sama dengan masyarakat juga terus dijalin. Salah satunya, dengan membentuk kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA).
"Jadi peran serta masyarakat juga penting. Untuk daerah operasional kita, sudah terbentuk beberapa kelompok masyarakat peduli api. Mereka juga ikut melakukan pengawasan di daerah masing-masing, khususnya di titik-titik yang rawan Karhutla," tambahnya.
Bagi kelompok MPA ini, pihak Manggala Agni memberikan bantuan yang bertujuan untuk memudahkan kinerja mereka di lapangan. Bantuan itu bisa berupa pemberian mesin air, sepeda motor untuk patroli dan lainnya.
Tidak hanya itu, sosialisasi juga dilakukan hingga ke sekolah. Dalam hal ini, petugas Manggala Agni Daops Pekanbaru memberikan penjelasan kepada para siswa, tentang bahaya dan kerugian apa saja yang muncul akibat Karhutla. "Bila siswa sudah paham, kita bisa berharap mereka juga ikut berpartisipasi dalam mencegah terjadinya Karhutla. Ini pekerjaan yang berat, karena itu butuh partisipasi semua pihak untuk ikut mendukung. Kalau hanya mengandalkan Manggala Agni semata, tentu tidak mungkin," ujarnya lagi.
Sejauh ini, tambahnya, keberadaan MPA yang telah dibentuk pihaknya, telah mulai menunjukkan hasil. Setidaknya, untuk beberapa kawasan, telah ada sejumlah MPA yang bertindak aktif memantau kondisi di lingkungan masing-masing. "Bahkan bila terjadi kebakaran lahan dalam skala kecil, mereka langsung bertindak sambil berkoordinasi dengan kita. Ini yang penting, karena kesadaran tentang bahaya Karhutla sudah mulai tertanam di tengah masyarakat," tambahnya.
Hal senada juga diakui Subandi, Kepala MPA Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. Sejak setahun belakangan, MPA di desanya itu telah rutin memantau kondisi lingkungan di daerahnya. "Tugas kita di lapangan terasa jauh lebih mudah, karena didukung Mandala Agni. Apalagi Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa juga aktif mendukung," terangnya.
Untuk Desa Karya Indah, menurutnya ada beberapa titik yang sejauh ini masih rawan Karhutla. Luasnya sekitar 500-an hektar, lokasinya berdekatan dengan perbatasan Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru, atau masih dalam kawasan tempat menetap Bu Nunuk dan keluarga.
"Sampai sekarang terkadang masih terjadi (karhutla). Tapi biasanya kita sudah siap. Peralatan kita juga dipasok Mandala Agni," terangnya lagi. ***