Menu

Mengkhawatirkan, Peneliti Ungkap Kondisi Bulan yang Menyusut dan 'Gemetar'

Satria Utama 15 May 2019, 11:22
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Berdasarkan gambar yang diambil oleh Lunar Reconnaissance Orbiter milik NASA, diketahui bahwa Bulan mengalami penyusutan seiring berjalannya waktu. Kondisi Bulan sekarang 50 meter ‘lebih kurus’ akibat proses tersebut. Saat menyusut, Bulan secara aktif memproduksi ‘gempa bulan’ atau moonquakes di sepanjang patahan.

Para peneliti juga menganalisis kembali data seismik yang mereka miliki dari Bulan untuk dibandingkan dengan gambar dari pengorbit. Data dari seismometer yang ditempatkan di Bulan selama misi 11, 12, 14, 15, dan 16, mengungkapkan bahwa terjadi 28 moonquakes antara 1969 hingga 1977.

Para peneliti kemudian membandingkan lokasi episentrum untuk gempa-gempa tersebut dengan citra pengorbit. Setidaknya delapan gempa terjadi karena aktivitas di sepanjang patahan. Ini mengesampingkan kemungkinan dampak asteroid atau gemuruh dari interior bulan.

Tidak seperti Bumi, Bulan tidak memiliki lempeng tektonik. Karena bagian dalam Bulan telah mendingin selama beberapa ratus juta tahun terakhir, itu membuat permukaannya menjadi keriput saat menyusut.

Para ilmuwan membandingkan proses ini dengan anggur yang menyusut secara bertahap sehingga menimbulkan garis-garis di kulitnya. Namun, tidak seperti kulit anggur, kerak di sekitar Bulan tidak meregang, melainkan langsung rapuh. Membuatnya pecah saat proses penyusutan terjadi.

Hal tersebut pada akhirnya menciptakan tebing-tebing tangga yang disebut sesar dorong–terjadi ketika bagian kerak didorong ke atas dan melewati bagian kerak lainnya.

"Menurut saya, penemuan ini menekankan bahwa kita perlu kembali ke Bulan. Kami belajar banyak dari misi Apollo, tapi mereka hanya ‘menggaruk’ permukaannya saja. Dengan jaringan seismometer modern yang lebih besar, kita bisa membuat langkah baru mengenai pemahaman kita tentang geologi bulan. Memberikan hal yang sangat menjanjikan untuk sains dan misi masa depan ke bulan," papar Nicholas Schmerr asisten profesor geologi dari University of Maryland yang juga terlibat dalam penelitian, seperti dilansir National Georaphic Indonesia.***

 

R24/bara