Mbak Tutut: Perbedaan Memperkaya Indonesia Kita
“Saya katakan kepada bapak, kan berhenti dan mengundurkan diri sama,” cerita Mbak Tutut. “Bapak mengatakan; tidak. Mengundurkan diri artinya sebagai mandataris rakyat, bapak mundur karena tidak mampu melaksanakan tugas. Berhenti artinya bapak, sebagai mandataris rakyat, disuruh berhenti karena tidak dipercaya lagi. Bukan karena kemauan bapak, tapi kaena kehendak masyarakat.”
Jadi, demikian Mbak Tutut, apa yang Pak Harto lakukan selalu berdasarkan UUD 45. Pak Harto tidak pernah melanggar undang-undang. “Malam hari, bapak memanggil kami berenam dan menyampaikan keputusan berhenti, Adik saya mengatakan jangan dulu berhenti, beri kami kesempatan membuktikan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia mencintai bapak,” kata Mbak Tutut, dengan suara tersendat menahan tangis.
Respons Pak Harto saat itu, lanjut Mbak Tutut, adalah; “Sabar. Kalian tidak boleh dendam. Dendam tidak menyelesaikan masalah, tapi membuat masalah lebih besar.” Tidak hanya sekali Pak Harto mengingatkan anak-anaknya untuk tidak dendam, tapi setiap hari.
Tidak jarang pula Pak Harto menambah nasehatnya dengan; “Gusti Allah ora sare (tidak tidur). Suatu saat rakyat akan tahu mana yang salah dan benar.” Menurut Mbak Tutut, dari hari ke hari nasehat itu menyadarkan dia dan adik-adiknya bahwa keputusan Pak Haro mengundurkan diri adalah yang terbaik untuk bapak dan keluarga.
“Setelah belajar Alquran, saya akhirnya tahu semua nasehat bapak adalah ajaran Allah SWT. Pak Harto selalu bersandar kepada Allah SWT,” Mbak Tutut mengakhiri, dan semua yang hadir terharu. Ada yang menitikkan air mata. ***