Bukan Prabowo, Kebiasaan Buruk Inilah Yang Justru akan Membuat Jokowi Kalah
RIAU24.COM - Pemerhati ruang publik yang juga kolomnis kenamaan tanah air, Hersubeno Arif menilai musuh terberat Jokowi ternyata bukan Prabowo, melainkan dirinya sendiri. Jokowi memiliki sejumlah kelemahan dan kebiasaan buruk yang justru semakin diungkapkan oleh dirinya sendiri.
Dalam tulisannya yang dimuat di laman kantor berita politik rmol.co, Hersubeno menyoroti banyaknya data yang salah dan over claimed yang dilakukannya. Salah satu yang sekarang lagi hangat digoreng Jokowi dan pendukungnya adalah soal dana milik orang Indonesia di luar negeri.
Seperti diketahui, Prabowo saat pidato di hadapan para pendukungnya di Yogyakarta (27/2) mempersoalkan banyaknya dana milik orang Indonesia yang diparkir di luar negeri, jumlahnya mencapai Rp 11.000 triliun.
Pernyataan ini langsung direspon negatif oleh Jokowi dan pendukungnya. Mereka menerapkan jurus andalannya, yakni menuduh Prabowo menyebarkan hoax.
"Kasihanlah kalau asal ngomong. Jangan sampai itu hanya gosip yang akan menyusahkan Pak Prabowo sendiri. Boleh ngomong, tapi harus dengan data yang valid. Karena dia capres. Omongannya adalah janjinya," ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Johnny G Plate.
Menko Maritim Luhut Panjaitan juga angkat bicara. "Hebat banget, saya nggak tau, saya cek dulu. Tapi nggak mungkinlah, itu angka yang sangat fantastis," kata Luhut di kantornya, Rabu (27/2).
Dalam kunjungannya ke Gorontalo, Jumat (1/3), Jokowi pun menantang Prabowo menunjukkan data adanya dana milik orang Indonesia yang diparkir di luar negeri, jumlahnya mencapai Rp 11.000 triliun. "Ya kalau memang ada data, ada bukti-bukti mengenai itu disampaikan saja ke pemerintah. Akan kami kejar," ujarnya.
Setelah dilacak jejak digitalnya ternyata, Prabowo benar. Dia mengutip pernyataan Menteri Keuangan yang saat itu masih dijabat oleh Bambang Soemantri Brodjonegoro.
Dari perhitungan Kemenkeu potensi uang orang Indonesia yang diparkir di luar negeri lebih besar dari Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia sebesar Rp 11.400 triliun. "Nah menurut perhitungan kami potensinya lebih besar dari GDP kita. Jadi lebih dari Rp 11.400 triliun," ujarnya.
Jumlah itu bila dikurangi dana yang berhasil dipulangkan, seperti pengakuan Nurfransa sebesar Rp 147 triliun, masih lebih dari Rp 11.400 triliun. Masih lebih besar dari yang disampaikan Prabowo.
Atas dasar itulah kemudian pemerintah menggagas tax amesty. Pengampunan pajak, dengan syarat para pemilik uang super jumbo itu membawa pulang kembali dananya ke Indonesia.
Presiden Jokowi sangat bersemangat mengejar dana parkir ini. Dia aktif bertemu pengusaha dan melakukan sosialisasi program tax amnesty, sambil sedikit mengancam.
"Banyak sekali uang milik orang Indonesia di luar. Ada data di kantong saya, di Kemenkeu di situ dihitung ada Rp 11.000 triliun yang disimpan di luar negeri. Di kantong saya beda lagi datanya, lebih banyak. Karena sumbernya berbeda," ujar Jokowi di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (1/8/2016)
Dia mengatakan bertekad membawa pulang dana itu sehingga bisa digunakan untuk pembangunan di dalam negeri. "Yang paling penting bagaimana uang-uang itu bisa dibawa kembali ke negara kita. Karena kita perlu partisipasi saudara-saudara sekalian untuk negara dan bangsa," kata Jokowi kepada 10.000 peserta sosialisasi.
Tantangan Jokowi dan para pembantu dekatnya kepada Prabowo untuk membuktikan ucapannya ini, menurut Hersubeno Arif, sungguh membingungkan. Kok bisa Jokowi membantah ucapannya sendiri?
"Jika dulu ada guyonan "I dont read, what I sign" alias saya tidak pernah baca, apa yang saya tandatangani. Sekarang guyonan itu kelihatannya harus diubah "I dont know, what I say". Jokowi tidak pernah tahu, apa yang dia ucapkan," ungkapnya.
Menurutnya, I dont read what I sign menggambarkan betapa banyak sekali kebijakan-kebijakan yang ditandatangani Jokowi, hanya dalam waktu sekejap diubah, atau dibatalkan.
Kebiasaan Jokowi yang sering menyampaikan data yang salah dan over claimed inilah yang sekarang menjadi musuh utama popularitas dan elektabilitas Jokowi. Pasalnya di era digital seperti sekarang, kejujuran seseorang dengan mudah dilacak.***
R24/bara