Warga Uighur Desak Pemerintah China: Tunjukkan Kalau Keluarga Kami Masih Hidup
RIAU24.COM - Pemerintah China kembali disorot terkait keberadaan kamp tahanan di Xianjiang, yang digunakan untuk menahan etnis muslim Uighur. Pasalnya, hingga saat ini, sudah banyak masyarakat muslim etnis muslim Uighur yang tak jelas keberadaannya, setelah ditahan di kamp itu.
Kini, dengan menggunakan tagar #MeTooUyghur di Twitter dan Facebook, kerabat para tahanan dan aktivis, bersama-sama mendesak pemerintah China, untuk menunjukkan bukti keberadaan mereka. Khususnya, apakah keluarga mereka yang ditahan di kamp itu masih hidup atau tidak. Pasalnya, sejak ditahan di kamp Xinjiang tersebut, banyak tahanan muslim Uighur yang sama sekali terputus hubungan dengan keluarganya.
Dilansir bbcnewsindonesia, Rabu 13 Februari 2019, perihal keberadaan kamp Xinjiang, kembali menghangat setelah pemerintah Turki mendesak Cina menutup kamp-kamp penahanan yang ditujukan untuk etnis muslim Uighur.
Desakan itu muncul, setelah pemerintah Turki menerima kabar tentang keberadaan musisi musisi Abdurehim Heyit, salah satu warga uighur yang ditahan di kamp tersebut, dikabarkan telah meninggal dunia. Namun tidak ada informasi bagaimana dia meninggal atau seperti apa perlakuan yang diterimanya selama berada di kamp Xinjiang tersebut.
Sehari berselang, tepatnya 10 Februari 2019 kemarin, China Radio International layanan bahasa Turki, merilis video yang menampilkan musisi Abdurehim Heyit. Dalam rekaman itu, Heyit mengatakan dirinya berada dalam kondisi sehat.
Reaksi pun berdatangan dari sejumlah kelompok etnis Uighur. Umumnya mereka menyangsikan rekaman tersebut. Mereka mempertanyakan tentang keaslian video itu. Termasuk waktu pembuatannya.
Dilansir detik.com, desakan warga etnis muslim Uighur kepada Pemerintah China untuk memperlihatkan kondisi keluarga mereka, khususnya untuk mengetahui apakah mereka masih hidup atau tidak, saat ini marak dilontarkan dalam tagar #MeTooUyghur di Twitter dan Facebook.
Salah satunya dilontarkan Alfred, yang mencuitkan bahwa dia tidak melihat orangtuanya selama lebih dari 11 bulan. Karena itu, dia ingin pemerintah China "menunjukkan kepada saya mereka masih hidup".
Banyak orang Uighur yang bermukim di luar Cina mengatakan mereka belum bisa berbincang dengan kerabat di Cina selama bertahun-tahun.
Babur Jalalidin dan adik perempuannya juga khawatir terhadap nasib orangtua mereka yang ditahan sejak Januari 2018. Mereka meminta pemerintah Cina menyediakan bukti bahwa ayah dan ibu mereka masih hidup.
Putra mantan pemimpin redaksi Xinjiang Cultural Journal, Qurban Mamut, memohon kepada pemerintah Cina untuk membebaskan ayahnya yang telah hilang sejak 2017.
Di Finlandia, aktivis Uighur, Halmurat Harri, bertanya tentang banyak sosok lainnya yang masih hilang. ***