Menu

Ekonom Sebut Faktor Ini yang Membuat Utang di Era Jokowi Terus Bertambah

Siswandi 29 Jan 2019, 00:27
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Salah satu sektor yang menjadi sorotan semasa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, adalah utang pemerintah. Hal itu disebabkan jumlahnya terus bertambah secara signifikan.

Sebagai gambaran, total utang pemerintah Indonesia per Desember 2018 tercatat sebesar Rp4.418,3 triliun. Angka itu mengalami kenaikan sebesar Rp1.809,6 triliun dari posisi per akhir 2014, yakni sebesar Rp 2.608,7 triliun.

Menanggapi utang pemerintah yang terus bertambah tersebut, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, mengatakan, kondisi itu merupakan dampak dari sumber pembiayaan yang berasal dari penerimaan perpajakan pemerintah dalam APBN yang tak mencapai target.

Tax ratio yang ditetapkan dalam rencana panjang jangka menengah nasional (RPJMN) sebesar 16 persen, ternyata tak dapat diraih.

"Artinya ada skenario pada saat itu di awal kepemimpinan, utang itu bukan andalan utama, tapi andalan utamanya adalah penerimaan pajak. Sekarang andalan utamanya ini jauh dari target yang ditetapkan 16 persen. Ini yang kemudian kita akhirnya terjebak karena pemerintah nafsu bangun infrastruktur, tapi pajak nggak naik signifikan," terangnya, Senin 28 Januari 2019 kemarin, dilansir detik.com.

Dikatakannya, penerimaan perpajakan yang tak mencapai target, tak sebanding dengan gencarnya pembangunan yang tengah digenjot pemerintah.

Selain itu, utang yang ditarik juga gagal memacu produktivitas dalam negeri, seperti dilihat dari kinerja ekspor empat tahun terakhir.

"Satu-satunya jalan ya jalan pintasnya menerbitkan utang itu. Tapi perencanaan awalnya bukan menerbitkan utang itu," terangnya lagi.

Untuk diketahui, tax ratio di pemerintahan Jokowi tercatat mengalami naik turun. Mulai dari 13,7 persen di tahun 2014 kemudian turun menjadi 11,6 persen pada tahun 2015. Angka itu kembali turun pada tahun 2016 menjadi 10,8 persen serta turun lagi menjadi 10,7 persen pada tahun 2017. Angka itu naik menjadi 11,6 persen (outlook 2018) dan 12,1 persen yang ditargetkan dalam APBN 2019. ***