Soal BPJS Tidak Gratis Lagi, Aherson: Kita Minta Riau Ditangung Semua
RIAU24.COM - Ketua komisi V DPRD Riau Aherson meminta pemerintah pusat melalui pemerintah daerah agar menanggung semua biaya BPJS kesehatan untuk masyarakat Riau. Hal ini dikatakannya terkait kebijakan pemerintah pusat yang tidak menanggung BPJS sepenuhnya.
"Kalau kita memikirkan masyarakat kecil seharusnya di cover semunya oleh pemerintah apalagi penyakit bersekala besar. Tapi kita tidak tahu apa penyebabnya seperti ini. Dan tentu mungkin bisa dilihat dari neraca keuangan negara tapi setakat itu kita tidak tahu apa perkembangannya," kata Aherson di DPRD Riau. Senin 21 Januari 2019.
Tapi yang jelas lanjut Aherson pemerintah diharapkan meng-cover BPJS di Riau ini. Sebab hal ini melihat kehidupan masyarakat dan perekonomian yang lesu saat ini, kemudian ditambah lagi income per kapita juga turun, yang tentu pasti efek dominonya penyakit semakin banyak di masyarakat lantaran tidak suburnya perekonomian masyarakat.
"Jadi kita tidak ingin dengan kondisi perekonomian lesu ini ditambah BPJS tidak gratis lagi akan muncul gejolak di masyarakat nantinya, dan kita tidak ingin seperti itu, maka dari itu kita minta pemerintah pusat untuk arif dalam menyikapi hal ini, "jelasnya.
Tapi saat ini tambah politisi Demokrat itu, kebijakan itu sudah diterapkan oleh pemerintah dan ini artinya suka atu tidak kebijakan ini harus dijalankan. Namun Dirinya tetap berharap BPJS ini diatur oleh pemerintah daerah.
" Tahun kemarin di komisi kita sudah anggarkan 25 miliar untuk pembiayaan utang di BPJS kalau tidak salah. Dan semuanya kita lakukan karena dibolehkan oleh undang-undang namun jika tidak dibolehkan yang tidak bisa kita anggarkan, "pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan aturan baru guna mengendalikan biaya kesehatan agar BPJS Kesehatan tidak tekor lagi.
Aturan baru ini termuat dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Bayar dalam Program Jaminan Kesehatan. Aturan ini diterbikan Desember 2018.
Dalam aturan baru ini, layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dibatasi biaya kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B sebesar Rp 20 ribu untuk satu kali kunjungan. Untuk rumah sakit kelas C, D dan klinik utama Rp 10 ribu.
Aturan ini juga membatasi jumlah biaya paling tinggi untuk kunjungan rawat jalan sebesar Rp 350 ribu untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
Permenkes ini juga mengatur pembatasan biaya yang ditanggung oleh peserta rawat jalan sebesar 10 persen dari biaya yang dihitung dari total tarif Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) atau tarif layanan kesehatan yang dipatok pemerintah atau paling tinggi Rp 30 juta.