Rumah Baca Nugroho, Gelar Buku di Taman Kota Pasirpangaraian
RIAU24.COM - PASIRPANGARAIAN - Rumah baca Nugroho, sebuah komunitas baca yang berada di Pasirpangaraian menaja gelaran buku di Taman Kota Pasirpangaraian. Selain menggelar buku-buku bacaan, bersama penggerak Literasi Rokan Hulu seperti Rumah baca Nina, forum Kepenulisan SMP Negeri 1 Rambah Remaja berkarya, dan Forum Lingkar Pena (FLP) Rokan Hulu, aktivis literasi Rokan Hulu ini juga menggelar diskusi literasi dan baca tulis puisi.
Nugroho Noto Susanto, sebagai aktifis dan pemilik Rumah Baca Nugroho menjelaskan bahwa kualitas membaca dan menulis bangsa Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian perpustakaan nasional tahun 2017, perhari, rata-rata orang Indonesia hanya baca buku kurang dari satu jam, hanya membaca buku 3-4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. Padahal dalam satu tahun terdapat 365 hari. Dalam keseluruhan hari itu, rata-rata bangsa kita hanya mampu menghabiskan 5-9 buku saja.
Masih menurut Nugroho, dari penelitian tentang kualitas literasi di skala global, posisi Indonesia berada dalam peringkat yang sangat mengkhawatirkan. Salah satu penelitian itu dilakukan oleh John W. Miller, presiden Central Connecticut State University, Conn. New Britain Amerika Serikat, dengan judul The World’s Most Literate Nations (WMLN). Penelitian tersebut menganalisis perilaku dan daya dukung negara terhadap dunia literasi warganya.
Lima indikator digunakan dalam mengukur tingkat literasi suatu warga negara yaitu ketersediaan perpustakaan, koran, input dan output pendidikan, dan ketersediaan komputer. Dari hasil penelitian tersebut, Indonesia menduduki peringkat kedua terakhir dari bawah. Tepatnya pada peringkat 60 dari 61 negara di bawah Thailand dan Malaysia.
Sedangkan Amerika Serikat berada pada peringkat 7. Sementara untuk wilayah Asia Pasifik, negara Singapura, Korea Selatan, Jepang, dan Cina memiliki performa terbaik sebagai negara yang paling baik literasinya. Sedangkan untuk skala global sendiri, urutan tertinggi literasinya dipegang oleh Finlandia, dan kemudian disusul Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia.
Rendahnya tingkat literasi warga kita sebagaimana dirilis oleh hasil penelitian John W. Miller tersebut, seperti mengomfirmasi hasil survey UNESCO tentang tingkat literasi masyarakat Asia Tenggara. Hasil survey UNESCO pada tahun 2011 yang dilakukan terhadap negara-negara di ASEAN menempatkan Indonesia pada urutan paling bawah dengan angka 0,001 di antara semua negara di Asia Tenggara. Menurut data hasil riset UNESCO tersebut, dari 1000 orang penduduk Indonesia, hanya satu orang yang memiliki budaya membaca tinggi.
Menurut data yang disampaikan oleh Kemendikbud, bahwa dalam konteks internasional, pemahaman membaca tingkat sekolah dasar (kelas IV) diuji oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA-the International Association for the Evaluation of Educational Achievement) dalam Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang dilakukan setiap lima tahun (sejak tahun 2001). Menurut PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012).
Di sisi lain, pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik Indonesia (selain matematika dan sains) diuji pula oleh organisasi untuk kerja sama dan pembangunan ekonomi (OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam program asesmen pelajar di tingkat internasional, Programme for International Student Assessment (PISA). Data PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013)
Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Sementara itu, (PISA) 2015 yang diumumkan p