Diancam China, Taiwan Tembakkan Rudal Supersonik
RIAU24.COM - Angkatan laut Taiwan menembakkan sejumlah rudal hipersonik dalam sebuah latihan militer. Video latihan senjata cangih itu direkam sebelum China mengancam akan mengunakan kekuatan militer untuk memaksa reunifikasi Taiwan dengan China. Ancaman Beijing itu disampaikan Presiden China Xi Jinping dalam pidatonya hari Rabu lalu.
Dalam sebuah video yang di-posting di akun Facebook Angkatan Laut Taiwan, sebuah rudal anti-kapal Hsiung Feng-3 terlihat diluncurkan dari sebuah korvet siluman Tuo Chiang yang tampak futuristik. Senjata ini berpotensi menghancurkan kapal-kapal perang China jika konflik benar-benar pecah.
Mengutip laporan Asia Times, rudal Hsiung Feng-3 dapat menembus pertahanan kapal musuh saat melaju dengan kecepatan supersonik hingga Mach 3.0. Senjata itu juga dilengkapi hulu ledak penindas baja yang menghasilkan kekuatan destruktif luar biasa yang dapat menghapus sistem pertahanan kapal milik target atau musuh.
Sementara itu, perisai rudal Taiwan juga ditopang oleh Hsiung Feng-2E, rudal jelajah taktis surface-to-surface (permukaan-ke-permukaan) yang dimodelkan pada seri Tomahawk Amerika Serikat (AS) dengan jangkauan 600 km dan mampu menghantam sasaran di provinsi Fujian di China.
Militer negara itu juga dalam pengembangan varian baru dari AIM-9 Sidewinder, yang merupakan seri rudal air-to-air (udara-ke-udara) yang dipandu oleh inframerah-homing yang dipasok dari Amerika Serikat.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan bahwa wilayahnya tidak akan menerima aturan politik "satu negara, dua sistem" dengan China. Tsai juga mendesak China untuk memahami pemikiran dan kebutuhan rakyat Taiwan. Dalam pidato tahun baru awal pekan ini, Tsai mengatakan China harus menggunakan cara damai untuk menyelesaikan perbedaannya dengan Taiwan dan menghormati nilai-nilai demokrasi.
Sedangkan Presiden China Xi Jinping dalam pidatonya hari Rabu mengatakan bahwa tidak ada yang dapat mengubah fakta bahwa Taiwan adalah bagian dari China. Menurutnya, reunifikasi harus dilakukan, termasuk menggunakan kekuatan militer.
"Sebagian besar rakyat Taiwan jelas menyadari bahwa kemerdekaan Taiwan akan mengarah pada 'bencana besar'. China tidak akan menyerang orang-orang China. Kami bersedia menggunakan ketulusan dan kerja keras untuk berjuang demi prospek penyatuan kembali secara damai," kata Xi Jinping.
"Kami tidak berjanji untuk meninggalkan penggunaan kekuatan dan mencadangkan pilihan untuk menggunakan semua tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini dan mencegah kemerdekaan Taiwan," ujarnya.
Sementara Graham Ong-Webb dari S. Rajaratnam School of International Studies mengatakan kepada Euronews yang dilansir Jumat (4/1/2019) bahwa konflik bersenjata antara China dan Taiwan terlihat semakin tidak mungkin. Menurutnya, Taiwan yang didukung AS secara militer telah kalah dari China.
"China secara ekonomi lebih kuat dari sebelumnya, keseimbangan militer antara China dan Taiwan telah condong ke China," ujarnya.
“Saat ini, Taiwan mulai berdamai dengan (situasi) militer yang semakin memburuk. Dengan bantuan keuangan dan peralatan Amerika, saya pikir orang Taiwan harus mampu memperkuat pertahanannya," katanya.
“Kita berakhir dalam situasi hari ini di mana Taiwan secara militer lebih lemah, orang akan berpendapat demikian, tetapi pada saat yang sama kita memiliki demografi sosial di Taiwan yang telah banyak berubah," paparnya.