Menu

Terkuak Lagi! Omnibus Law RUU Cipta Kerja Ternyata Hapus Pidana Monopoli Dagang

Siswandi 18 Feb 2020, 12:08
Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju menyerahkan draf UU Omnibus Law ke DPR. Hingga saat ini rancangan UU tersebut masih terus menuai kontra dari beberapa kalangan. Foto: int
Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju menyerahkan draf UU Omnibus Law ke DPR. Hingga saat ini rancangan UU tersebut masih terus menuai kontra dari beberapa kalangan. Foto: int

RIAU24.COM -  Proyek omnibus law yang tertuang dalam RUU Cipta Kerja, sejauh ini masih terus menuai kontroversi. Kali ini, adalah terkait aturan dalam aturan itu, yang akan menghapuskan sanksi pidana dalam monopoli dagang!  Padahal, aturan itu termasuk salah satu hasil perjuangan reformasi 1998. 

Hal ini menambah daftar kontroversi yang sudah ada. Di mana sebelumnya ada pasal dari draf rancangan UU Cipta Kerja itu yang menyebutkan Peraturan Pemerintah (PP) bisa merubah ketentuan yang ada dalam undang-undang (UU).

Dilansir detik, Selasa 18 Februari 2020, aturan mengenai sanksi pidana terkait monopoli dagang, termaktub dalam UU 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini lahir hasil perjuangan reformasi 1998. 

Sebab, selama Presiden Soeharto memimpin, peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. 

Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, di satu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi.

"Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat," demikian penjelasan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam UU tersebut diatur mengenai aturan main dan sanksi bagi yang melanggarnya. Seperti pada Pasal 45 disebutkan sanksi untuk pelaku usaha yang memonopoli dagang. 

Sedangkan Pasal 48 menyebutkan:

1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25 miliar dan setinggi-tingginya Rp100 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 bulan.

3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1 miliar dan setinggi-tingginya Rp 5 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 bulan.

Pasal 4 yaitu melarang pengusaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 9 yaitu melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 14 yaitu melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat

Pasal 16 yaitu melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

UU 5/1999 juga mengatur pidana tambahan. Pasal 49 berbunyi:

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Dihapus
Sementara itu, dalam RUU Cipta Kerja yang dilansir Kemenko Perekonomian sebagaimana termaktub pada websitenya, Selasa (18/2/2020), sanksi-sanksi dihapus. 

Dalam hal ini, RUU Cipta Kerja hanya mengancam pelanggaran Pasal 41 UU 5 Tahun 1999. Pasal 48 UU 5/1999 berbunyi:

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-Undang ini dikenai paling tinggi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda paling lama 3 (tiga) bulan.

Sebagai gantinya, RUU Cipta Kerja hanya mengancam pelanggar praktik monopoli dan pelaku persaingan usaha tidak sehat dengan sanksi administrasi dan denda administrasi maksimal Rp100 miliar.

Lalu, bagaimana dengan hukuman tambahan ke pelaku kartel dagang? ternyata RUU Cipta Kerja menghapusnya. "Ketentuan Pasal 49 dihapus," demikian bunyi RUU Cipta Kerja tersebut. ***