Menu

Sindir Omnibus Law, YLBHI Nilai Ketimpangan Penegakan Hukum Bakal Makin Parah

Siswandi 22 Jan 2020, 11:59
Buruh menggelar aks menolak rencana penerapan Omnibus Law. Foto: int
Buruh menggelar aks menolak rencana penerapan Omnibus Law. Foto: int

RIAU24.COM -  Sorotan terhadap Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang kini digodok pemerintah, masih saja berlanjut. Kali ini sorotan datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Selain dinilai lebih banyak berpihak kepada pengusaha, rancangan undang-undang yang diusung pemerintahan Presiden Jokowi ini juga dinilai akan membuat ketimpangan penegakan hukum di Indonesia akan semakin parah. 

Dilansir cnnindonesia, Rabu 22 Januari, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menyorot Omnibus Law yang begitu banyak memberikan keringanan kepada pengusaha. Mulai dari mengurangi syarat lingkungan hidup, mempermudah perpanjangan izin usaha dan penghapusan pidana bagi korporasi pelanggar hak.

Menurutnya, aturan itu akan membuat ketimpangan penegakan hukum di Indonesia jadi semakin parah,  khususnya terkait konflik lahan antara masyarakat dengan korporasi.

"Selain berimplikasi pada penegakan hukum yang sangat lemah bagi perusahaan pelanggar hak dan perusak lingkungan, hal ini juga menunjukkan bagaimana penegakan hukum di Indonesia sungguh timpang," lontarnya, Selasa (21/1/2020) di Jakarta.

Dari data yang ada pada pihaknya, YLBHI mencatat sepanjang 2019 ada 94 orang peladang tradisional, 74 orang petani, dan 25 orang buruh dikriminalisasi soal konflik lahan. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar terkesan masih bebas melakukan pembalakan liar dan pembakaran hutan.

Selain itu, Isnur menyoroti penambahan kewenangan pemerintah pusat dalam mengelola izin pertambangan. Aturan itu bertolak belakang dengan konsep otonomi daerah yang dibangun saat reformasi.

"Rencana pemerintah untuk mengalihkan semua kewenangan perizinan kepada Presiden tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah sebagai produk reformasi. Salah satu contohnya Omnibus Law menghapus kewenangan pemerintah provinsi dalam mengelola mineral dan batu bara," lontarnya.

Menurutnya, wewenang pemerintah dalam urusan tambang hanya delegatif, sehingga pemerintah pusat punya kuasa untuk mengambil alih pengurusan izin tambang sewaktu-waktu.

Pada periode kedua, Jokowi mengusung konsep Omnibus Law dengan dalih merampingkan berbagai macam aturan di Indonesia guna menarik investasi. Setidaknya ada 1.244 pasal dari 79 undang-undang yang sedang digodok dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.

Terkait rancangan undang-undang ini, beberapa waktu lalu Ketua DPR RI Puan Maharani meminta publik tidak terpengaruh dengan draft Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka) yang abal-abal.

Sebab hingga saat ini, belum ada draft Omnibus Law RUU Cilaka yang disampaikan pemerintah ke DPR secara resmi.

Sementara terkait draf Omnibus Law RUU Cilaka yang beredar di masyarakat saat ini, Puan mengaku tidak tahu tentang asal usulnya. Ia mengaku khawatir, draft Omnibus Law yang beredar itu bisa menimbulkan salah persepsi di tengah masyarakat. ***