Menu

Begini Beda Sikap Jokowi dan Kepolisian, Soal Unjuk Rasa Saat Pelantikan Presiden

Siswandi 16 Oct 2019, 13:50
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Sikap berbeda tampak antara Presiden Jokowi Widodo dan pihak Kepolisian, terkait aksi unjuk rasa saat pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, 20 Oktober 2019 mendatang.

Ketika dikonfirmasi terkait hal itu, Presiden Jokowi tidak melarang adanya aksi unjuk rasa tersebut. Tak hanya itu, Jokowi juga menegaskan, penyampaian pendapat di muka umum dijamin UU.

"Namanya demo dijamin konstitusi," lontarnya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu 16 Oktober 2019, dilansir detik.

Sementara itu, sikap berbeda justru ditunjukkan pihak Kepolisian, dalam hal ini Polda Metro Jaya. Lembaga itu menyatakan, tidak akan menerbitkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) untuk aksi unjuk rasa, menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.

Ketika ditanyakan tentang hal itu, Jokowi meminta hal tersebut ditanyakan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Jokowi kemudian kembali menegaskan, bahwa dirinya tidak melarang adanya demo.

"Ya, ditanyakan ke Kapolri," tuturnya.

Terkait aksi unjuk rasa saat pelantikan presiden tersebut, Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono sudah menyatakan tidak akan memproses surat pemberitahuan aksi unjuk rasa selama 15-20 Oktober 2019.

Langkah itu ditempuh dalam rangka pengamanan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024.

Hal itu dilontarkannya usai rapat koordinasi bersama pimpinan DPR di kompleks parlemen, Senayan, Senin (14/10/2019).

"Kami sampaikan tadi bahwa apabila ada yang menyampaikan surat pemberitahuan tentang akan dilaksanakan penyampaian aspirasi, kami tidak akan memberikan surat tanda penerimaan terkait itu," terangnya ketika itu.

Tak hanya itu, imbauan agar tidak menggelar aksi unjuk rasa saat pelantikan, juga disampaikan unsur pimpinan DPR dan MPR.

Terkait sikap dari Polda Metro jaya tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menilai, polisi menghalangi keinginan mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya. Keputusan polisi itu juga dinilai tak berdasar.

"Pasti (merasa dihalangi). Kami akan mengeluarkan sikap juga terkait ini. Kalau saya pribadi menyesalkan adanya keputusan itu, sebuah keputusan yang tak mendasar dengan baik," kata Koordinator BEM SI Wilayah Se-Jabodetabek Banten, Muhammad Abdul Basit, belum lama ini. ***