Menu

Pasar Online dan Pajak Online Sesuai Permen Keuangan Dipertanyakan Pelaku Usaha Online

TIM BERKAS 34 16 Jan 2019, 18:30
Ilustrasi/int
Ilustrasi/int

RIAU24.COM -  Rencana pemerintah memberlakukan pajak untuk transaksi online kembali diangkat di media sosial. Perbincangan ini membuat pelaku usaha yang menjajakan dagangannya melalui online menjadi resah.

Pasalnya, konsumen diharuskan membayar sepuluh persen pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang yang dibeli.

Ramai perbincangan tentang rencana pemerintah memajaki transaksi di lapak daring yang direncanaan pemerintah mulai April nanti. Persoalan ini akan membuat pelaku usaha menaikkan harga dan pembeli nantinya harus membayar lebih.

Konsumen harus membayar sepuluh persen pajak pertambahan nilai (PPN). Ini tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan No. 210/PMK.010/2018. Intinya soal aneka pajak sudah diterapkan di pasar. Demi keadilan, mestinya untuk toko konvensional dan daring sama perlakuannya.

Jadi misalkan harga barang Rp1 juta, kemudian pembeli membayar dan muncul di layar angka Rp100 ribu sebagai PPN. Dan pembeli diharuskan membayar Rp1,1 juta ditambah lagi dengan ongkos kirim.

Atas hal ini, soal pajak nantinya akan lebih transparan. Ketika seorang pembeli barang juga punya lapak, sebagai penjual dia akan dipajaki melalui pajak penghasilan (PPh). Besarannya tergantung omset per tahun.

Ketua Pembina Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Hendrik Tio, yang dikutip dari Bhineka.com, mengatakan bahwa pelaku e-dagang sudah membayar pajak seperti halnya toko konvensional.

"Pemerintah juga harus fair mengenakan pajak ke OTT asing sebab platform mereka juga buat jualan. Seperti Facebook dan Twitter. Jangan hanya e-commerce lokal yang dikenakan pajak," terangnya tentang keadilan.

OTT adalah over the top: pengusaha menyediakan layanan dengan menumpang jaringan perusahaan jasa internet lain.

Terkait permen keuangan tersebut, Kemenkeu diminta ulang regulasi dan menunda penerapan kebijakan tersebut agar semuanya diproses kembali dan berjalan lancar.

"Kita meminta Kemenkeu untuk menunda dan mengkaji ulang keputusan PMK ini terutama bagian pajak," kata Ketua Umum idEA Ignatius Untung

"Kami siap untuk diajak bekerja sama untuk mencari jalan keluarnya, jika dari hasil studi menunjukkan bahwa ini tidak akan menyulitkan industri kami dan bahkan mempermudah dan memperbesar kontribusi ekonomi, pasti kita dukung," ujar dia.(***)

 

R24/phi